Putin Mau Batasi Ekspor Nikel, Bagaimana Nasib Emiten Nikel RI?

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin telah meminta para pejabat di sana untuk mempertimbangkan pembatasan ekspor komoditas termasuk uranium. Ini sebagai balasan terhadap sanksi baru Barat terhadap Moskow dan sekutunya.

“Silakan lihat beberapa jenis barang yang kami pasok ke pasar dunia… Mungkin kita harus memikirkan pembatasan tertentu – uranium, titanium, nikel,” kata presiden Rusia dalam pertemuan yang disiarkan televisi dengan pejabat tinggi pemerintah pada hari Rabu, dikutip dari Financial Times, Jumat (13/9/2024).

Adapun, setiap pembatasan penjualan uranium yang diperkaya (enriched uranium), dapat memengaruhi reaktor nuklir Barat. Banyak dari mereka memiliki kontrak jangka panjang untuk pasokan dari Rusia, yang menyumbang sekitar sepertiga dari kapasitas pengayaan uranium dunia, dan sekitar 5% dari penambangan uranium.

Putin menekankan bahwa usulan ini merupakan respons terhadap tekanan Barat.

“Kami menghadapi pembatasan pada beberapa impor, jadi mungkin kami harus mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan tertentu sendiri,” katanya.

“Namun, kami harus memastikan bahwa kami tidak merugikan diri sendiri dalam proses tersebut,” tambahnya.

Pernyataannya tersebut menyusul meningkatnya sanksi Barat terhadap Rusia dan sekutunya, Tiongkok dan Iran. Awal minggu ini, wakil menteri luar negeri AS Kurt Campbell menuduh Tiongkok memberikan dukungan kepada Rusia untuk “mesin perangnya”.

Sanksi awal dari Barat setelah invasi Rusia ke Ukraina telah difokuskan pada produk energi seperti minyak dan batu bara. Tahun ini, sekutu Barat semakin menargetkan ekspor logam Moskow. Seperti AS, yang telah melarang beberapa impor logam asal Rusia.

Bursa terkemuka di Inggris dan AS tidak lagi memperdagangkan aluminium, tembaga, atau nikel Rusia yang baru.

“Kita berada di dunia yang secara geopolitik mengalami segmentasi, dan komoditas cenderung menjadi yang terdepan,” kata Colin Hamilton, analis logam di BMO Capital Markets, sebuah bank investasi.

Menurut Hamilton, pembatasan potensial pada ekspor uranium bisa sangat “menyakitkan”.

“Ini adalah sesuatu yang ditakutkan oleh industri uranium.”

Sementara AS telah melarang impor uranium yang diperkaya dari Rusia, larangan tersebut mengecualikan kontrak yang ada dengan perusahaan utilitas AS.

Sementara itu, Rusia telah memotong pasokan gas ke UE melalui jaringan pipa Nord Stream pada tahun 2022, dengan ancaman untuk “membekukan” wilayah barat. Jaringan pipa tersebut kemudian hancur karena ledakan.

Alexandra Prokopenko, seorang peneliti di Carnegie Russia Eurasia Center, menggambarkan komentar tersebut sebagai “ancaman khas Putin”.

“Itu adalah pesan ke barat: ‘Lihat, terlepas dari semua transisi energi Anda, kami adalah salah satu pemimpin dalam logam tanah jarang, yang Anda butuhkan untuk peralihan Anda ke energi hijau. Kami dapat menghentikan ekspor tersebut, dan rencana Anda akan berantakan.'”

Sementara itu, sejumlah saham emiten tambang nikel RI mengalami koreksi pada perdagangan akhir pekan ini.

Pada perdagangan sesi II Jumat (13/9/2024), PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) tercatat turun 0,37%, PT Timah Tbk. (TINS) terkoreksi 0,50%, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) turun 0,78%, PT Harum Energy Tbk. (HRUM) turun 1,11%, PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT) turun 1,63%, dan PT Ifishdeco Tbk. (IFSH) turun 2,38%.

Namun, beberapa stagnan, seperti PT PAM Mineral Tbk. (NICL), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL).

Ada juga yang mencatatkan peningkatan, yakni PT Resources Alam Indonesia Tbk. (KKGI) naik sebesar 1,77%.

(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:




Next Article


Begini Nasib Saham Nikel Hari Ini Setelah Prabowo Resmi Jadi Presiden
 

Updated: September 13, 2024 — 1:30 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *